You are currently browsing the tag archive for the ‘mendaki’ tag.
Puncak Bawakaraeng
Masih terang di ingatan kita, ketika Adiatma Achmad menghabiskan nafas terakhirnya di sebuah gunung yang cukup mistik di Sulawesi Selatan, Gunung Bawakaraeng. Mahasiswa UMI yang berasal dari Barru tersebut meninggal karena tidak sanggup melawan kedinginan di pos 8.
Belum genap tiga bulan berita itu menjadi perbincangan, kembali kita di gegerkan dengan berita meninggalnya 3 orang masyarakat di Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto dan Sinjai tersebut. Read the rest of this entry »
Tak jarang aku dapati pertanyaan dan pernyataan yang terdengar amat sinis melihat aku senang menyapa alam dengan menapakkan jejak untuk mencapai puncak. Tetapi aku tak begitu peduli, aku tetap menyapanya, lagi dan lagi.
Panorama alam yang indah dan disebut sebagai atap pulau Sulawesi menjadikan Gunung Latimojong banyak dilirik para pendaki di Indonesia.
Pegunungan Latimojong terdiri dari beberapa puncak dan dapat di daki melalui beberapa jalur karena letaknya di tengah-tengah Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Luwu.
Adapun puncak-puncak Pegunungan Latimojong yang membujur dari utara ke selatan yakni:
- Buntu Sinaji (2437)
- Buntu Lapande (2487)
- Buntu Sikolong (2754)
- Buntu Rantekambola (3083)
- Buntu Rantemario (3478)
- Buntu Nenemori (3397)
- Buntu Latimojong (3305)
- Buntu PasaBombo (2965)
- Buntu Pallu (3086)
- Buntu Lariu (2700)
Sedangkan puncak yang melintang dari barat ke timur yakni:
- Buntu Pantealoan (2500)
- Buntu Pokapinjang (2870)
- Buntu Rantemario (2478)
Jalur
Banyak jalur yang dapat dilalui untuk mencapai Puncak Rantemario (3478), diantaranya:
- Jalur yang paling sering di lalui ialah jalur Karangan yaitu jalur yang di mulai dari Dusun Karangan, Desa Latimojong. Jalur ini adalah jalur yang membutuhkan waktu yang paling singkat di bandingkan jalur lainnya. Meskipun waktu terbilang singkat namun medannya cukup sulit karena terus menanjak. Letaknya di tengah hutan maka pemandangan di jalur ini di dominasi pohon-pohon tinggi.
- Jalur kedua melalui dusun Bone-bone menuju Buntu Pantealoan kemudian melalui jalur dengan berbagai jenis medan. Jalur ini dapat ditempuh dalam waktu 3 hari.
- Jalur ketiga menempuh Jalur Angin-angin yang di mulai dari Dusun Angin-angin yang masih dalam wilayah administrasi Desa Latimojong. Jalur ini dapat di tempuh dalam tiga hari. Pesona alam yang beragam menjadikan jalur ini diminati meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama.
Transportasi
Untuk tiba di Dusun terakhir, perjalanan di tempuh dari Kota Makassar sejauh 200 km menuju ibu kota Kabupaten Enrekang. Dari sini, perjalanan di lanjutkan sejauh 30 km menuju ibukota Kecamatan Baraka. Biaya transportasi hingga tiba di tempat ini adalah 45 ribu rupiah.
Perjalanan selanjutnya dapat ditempuh dengan menumpangi sejenis mobil mikrolet hingga Desa Buntu Dea lalu berjalan kaki selama kurang lebih 2 jam menuju Dusun Angin-angin ataupun Dusun Karangan. Alternatif kendaraan truk juga dapat digunakan dan akan mengantarkan kita dari ibukota Kecamatan Baraka menuju Dusun Rantelemo dengan biaya sebesar 20 ribu rupiah. Namun kedua angkutan ini hanya ada pada hari pasar, Senin dan Kamis.
Angkutan lain adalah ojek, tentu dengan ongkos yang jauh lebih mahal.
Mendaki sebuah gunung bukanlah hal yang mudah dan dapat disepelekan. Di butuhkan perencanaan yang matang sebelum melakukan perjalanan ini. Salah satu hal yang perlu di rencanakan adalah persiapan ransum. Berikut contoh perhitungan gizi yang di perlukan dalam mendaki.
Energi yang dibutuhkan pada kegiatan alam 60 kalori
Rincian kebutuhan nutrisi per hari adalah sebagai berikut :
– 65 % Karbohidrat (HA)
– 20 % Lemak
– 10 � 15 % Protein
Rincian Berat badan
No |
Nama |
BB (kg) |
1 |
Gihon |
45 |
2 |
Asri A.N. |
49 |
3 |
Bryan Barnez |
65 |
4 |
Legi |
55 |
5 |
Winarni |
48 |
6 |
Buyung M |
50 |
|
Jumlah |
312 |
Jumlah Berat Badan Total = 312 kg
Jumlah Berat Badan Rata-rata = 312 / 6 = 52 kg
Total Energi Perhari
Etotal = Kebutuhan Kalori X Berat badan
= 60 kalori X 312 kg
Etotal = 18720 kalori
Total Protein
Etotal = 15% X jumlah kebutuhan kalori
= 15% X 18720 kalori
Etotal = 2808 kalori
Protein 1 kal = Energi total : 4
= 2808 : 4
= 702 gram
Total Lemak
Etotal = 20% X Jumlah kebutuhan kalori
= 20% X 18720 kalori
Etotal = 3744 kalori
Lemak 1 kal = Energi total : 9
= 3744 : 9
= 416 gram
Total Hidrat Arang
Etotal = 65% X Jumlah kebutuhan kalori
= 65% X 18720 kalori
Etotal = 12168 kalori
HA 1 kal = Energi Total : 4
= 12168 : 4
= 3042 gram
Untuk contoh persiapan menu silahkan menghubungi via email.

Puncak Gandang Dewata
5 September 2007
Berkelana dan berpetualang di alam bebas dalam paradigma masyarakat saat ini, masih milik para kaum adam. Hampir di semua organisasi pencinta alam pasti di dominasi oleh manusia berjakun ini. Hal ini jelas, karena kegiatan ini identik dengan ketangkasan, kemandirian dan keperkasaan. Kehadiran perempuan di organisasi tersebut karenya sangat minim. Tentu hanya sedikit perempuan yang mau kotor-kotoran, tentu hanya sedikit perempuan yang mau melakukan hal sulit ini, tentu tak banyak perempuan yang mau mengorbankan waktunya untuk hal yang tidak penting ini. Read the rest of this entry »
Tulisan di bawah ini menampilkan beberapa data-data untuk melakukan pendakian ke Gunung Gandang Dewata di Mamasa, Sulawesi Barat.
I. Sekilas Tentang Gunung Bawakaraeng
1.1 Asal Kata Bawakaraeng
Gunung Bawakaraeng berasal dari bahasa Makassar Bawa dan Karaeng. Kata Bawa berarti mulut dan Karaeng yang berarti Tuhan/Raja. Jadi Bawakaraeng berarti Mulut Tuhan.
1.2 Haji Bawakaraeng
Setiap tahunnya, Gunung Bawakaraeng di penuhi oleh jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji
Haji Bawakaraeng adalah istilah bagi orang-orang yang mendaki gunung yang terletak di Kabupaten Gowa Sulsel ini, untuk melaksanakana ritual ibadah haji, yang mereka yakini sama nilainya dengan berhaji di tanah suci Mekkah.
Haji Bawakaraeng adalah fenomena yang sudah terjadi sejak lama dan masih terus berlansung hingga hari ini. Selain penduduk sekitar di Lembanna dan Kabupaten Gowa, adapula jemaah haji yang berasal dari Makassar, Maros, Pangkep, Sengkang bahkan dari Propinsi Sulawesi Barat, Mamuju. Musim haji yang paling ramai bertepatan dengan pelaksanaan Idul Adha, bulan Agustus dan juga menjelang puasa.
Para jemaah haji di Bawakaraeng justru membawa sesajen yang dipersiapkan sesuai dengan permohonan doa masing-masing. Ada yang mempersembahkan songkolo’ (beras ketan), lontong, telur, buah-buahan, rokok, daging ayam bahkan daging kambing. Pelaksanaan ibadah ini sendiri bisa dipandang sebagai wujud pencampuradukan kepercayaan lama, ritual mistik dan ajaran Islam yang memang masih ditemukan di kelompok masyarakat tertentu di berbagai daerah di Indonesia.
II. LETAK
Secara administrasi Gunung Bawakaraeng terletak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan secara geografis terletak di antara 119o 56�� 40�� BT dan 05o19��01�� LS
III. IKLIM
Di pegunungan ini musim kemarau berlangsung dari bulan April sampai Agustus sedang musim hujan terjadi pada bulan September sampai Maret. Suhu minimum sekita 17��C dan maksimum 25��C.
IV. FLORA DAN FAUNA
Hutan di gunung ini di dominasi oleh vegetasi hutan dataran rendah, hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas. Tumbuhan yang banyak di temui di antaranya pinus, anggrek, edelweid, paku-pakuan, pandan, cengkeh, rotan dan lumut kerak.
Adapun faunanya adalah burung pengisap madu, burung coklat paruh panjang, nyamuk.
V. JALUR PENDAKIAN
Dalam mendaki Puncak Gunung Bawakaraeng kita dapat menggunakan jalur :
- Lembanna (Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa)
- Tassoso (Kecamatan Manipi, Kabupaten Sinjai)
VI. PENYAMPAIAN LOKASI
Pada pendakian kali ini, kami menempuhnya dengan menggunakan jalur Lembana. Adapun cara untuk sampai di Lembanna adalah sebagai berikut:
1. Dari kampus, naik pete-pete kampus 07 dengan biaya Rp. 2500/org dan turun di ujung jalan pettarani
2. Kemudian melanjutkan dengan pete-pete berwarna merah, jurusan Sungguminasa, menuju Terminal Sungguminasa dengan biaya Rp. 2000/orang.
3. Di Terminal Sungguminasa, perjalanan di lanjutkan dengan menumpangi pete-pete Malino, langsung ke kampung Beru dengan biaya Rp. 15.000/org 20.000/org (update April 2008)
4. Setibanya di Kampung Beru, perjalanan di lanjutkan dengan berjalan kaki menuju desa Lembanna.
Tulisan lain tentang bawakaraeng :
* Gunung Bawakaraeng (data koordinat dan ketinggian)
I. KETINGGIAN DAN KOORDINAT
No. |
Lokasi |
Ketinggian (mdpl) |
Koordinat |
1 |
Desa Lembanna |
1511 |
S 05� 15′ 13,1” E 119� 54′ 20,0” |
2 |
Pos I |
1721 |
S 05� 16′ 07,3” E 119� 54′ 44,1” |
3 |
Pos II |
1811 |
S 05� 16′ 31,6” E 119� 54′ 53,4” |
4 |
Pos III |
1841 |
S 05� 16′ 42,7” E 119� 54′ 58,6” |
5 |
Pos IV |
1960 |
S 05� 16′ 57,0” E 119� 55′ 18,7” |
6 |
Pos V |
2167 |
S 05� 17′ 12,0” E 119� 55′ 47,9” |
7 |
Pos VI |
2372 |
S 05� 17′ 31,2” E 119� 56′ 09,2” |
8 |
Pos VII |
2558 |
S 05� 17′ 50,2” E 119� 56′ 11,5” |
9 |
Pos VIII |
2507 |
S 05� 18′ 29,2” E 119� 56′ 38,8” |
10 |
Pos IX |
|
|
11 |
Pos X |
2836 |
S 05� 19′ 01,6” E 119� 56′ 40,2” |
II. JARAK DAN WAKTU TEMPUH
No. |
Lokasi |
Pukul |
Waktu Tempuh |
Jarak Udara (kilo meter) |
1 |
Kampus � Ujung Pettarani |
16.15 � 16.55 |
40 menit |
|
2 |
Pettarani – Terminal |
17.05 � 17.28 |
23 menit |
|
3 |
Terminal � Kampung Beru |
17.45 � 20.30 |
2 jam 45 menit |
|
4 |
Kampung Beru – Lembanna |
20.35 � 20.54 |
19 menit |
|
|
Jumlah |
|
4 jam 7 menit |
|
puncak Bawakaraeng
Hampir semua kelompok pencinta alam didominasi lelaki, karena kegiatan yang dilakukan memang identik dengan hal-hal yang membutuhkan ketangkasan, kemandirian dan keperkasaan menaklukkan alam. Kehadiran perempuan di kelompok pecinta alam karenanya masih sering mengundang pro dan kontra. Seperti halnya saya dan sejumlah teman perempuan yang juga memilih aktif di kelompok pencinta alam di Universitas Hasanuddin. Read the rest of this entry »
Recent Comments